It is Better if I Never Exist?

Huft. Tsubasa menghela napas dalam. 'Aku benci orang yang menangis. Merepotkan. Namun karena dia menangis gara-gara aku, aku harus bertanggung jawab.' batinnya.

Tsubasa mengambil sapu tangan dari sakunya, mengangkat wajah gadis itu, mengelap air matanya. Ia lalu membuka pelan genggaman tangan Riku, merobek bajunya, membalut luka Riku.

Setelah itu, dia duduk, memberi ketenangan untuk Riku.

Anak itu mengusap air mata Riku Lalu membalut luka di telapak tangan Riku. Untuk apa? Ia tidak tahu. Sifat keras kepalanya itu membuatnya masih berpikiran bahwa dirinya itu busuk. Tapi ia berusaha melupakannya sekarang, walaupun ia mungkin akan ingat lagi nanti.

Entah apa yang dipikiran Riku, tapi ia memang menginginkan ini. Riku memeluk anak tadi yang sekarang duduk di sebelahnya. Wajahnya dibenamkan ke pundak anak itu.

"Maaf, pinjam sebentar," katanya lirih. Selama beberapa lama ia menangis di pundak anak tersebut, menyembunyikan wajahnya dari luar.

"Maaf, pinjam sebentar,"

"....." Tsubasa hanya terdiam, menunggu gadis itu selesai berkeluh kesah.

Ia menerawang memandang langit.

Anak itu diam saja saat dipinta begitu. Tidak lama, paling hanya 20 menit lah.. Semoga ia tidak bosan.

"Terima kasih," katanya kepada anak tadi.
"Kenapa kamu di sini?" tanyanya. Pertanyaan bodoh, eh?

"Terima kasih," katanya kepada anak tadi.
"Kenapa kamu di sini?" tanyanya.

"Aku memang tinggal di sekitar sini dan baru saja pulang sekolah dan kebetulan melihat anda, Nona....?" kata-kata Tsubasa terputus saat dia menyadari mereka belum berkenalan.

"Ah, nama saya Kanou Tsubasa. Anda?"

"Ah, nama saya Kanou Tsubasa. Anda?"

"Rikure Kusunoki" jawabnya.

"Ah bukan, Rikure Tsukura," yah, ia akan mengganti namanya dan membuang nama keluarga yang masih ia benci itu.

"Kanou? Sepertinya aku pernah mendengarnya entah di mana," gumamnya pelan, tapi pasti terdengar oleh Tsubasa, mungkin...

"Rikure Kusunoki" jawabnya.
"Ah bukan, Rikure Tsukura,"

"Ah?" ujarnya tiba-tiba saat mendengar kata 'Rikure Kusunoki', "Kau kerabat yang dicari Nami-san!!!" cetusnya. "Ini, titipan darinya, katanya, jika bertemu Rikure Kusunoki harus diberikan padanya."

"Kanou? Sepertinya aku pernah mendengarnya entah di mana,"

"Ksnou itu marga kakek. Tahu Kanou Taisuke? Temannya Nami-san. Ini lho!" ujarnya semangat, menunjuk Taisuke yang menggendong Tsubasa di pundaknya.

===
OOT: Isinya surat sama kalung ^^

"Ini, titipan darinya, katanya, jika bertemu Rikure Kusunoki harus diberikan padanya."

Tsubasa menyerahkan sebuah amplop padanya. Riku membukanya, isinya sebuah kalung yang terbuat dari emas putih dengan bandul berbentuk kristal es. Dingin. Riku merasakan itu saat menyentuh bandul tersebut.

Lalu satu lagi.. Surat? Tangan Riku bergetar saat membuka lipatan surat tersebut. Surat itu ditulis dalam kertas berwarna biru muda, dan gaya tulisannya terlihat terburu-buru.

Apa ini ditulis bibi sebelum ia meninggal?

"..." sudah tidak bisa menangis lagi. Ia hanya memandang kosong surat dari bibinya itu. Entah apa yang tertera di dalamnya (PMnya aja ngasal )

"Kanou itu marga kakek. Tahu Kanou Taisuke? Temannya Nami-san. Ini lho!"

"Oh ya! Bibi pernah menyebut namanya, katanya tmannya sejak remaja, yang paling bodoh () dan nyaris dibunuh olehnya,"

"Oh ya! Bibi pernah menyebut namanya, katanya tmannya sejak remaja, yang paling bodoh dan nyaris dibunuh olehnya,"

"Ahaha, kakekku memang bodoh" ujar Tsubasa riang. (Dasar cucu sundal ), "Huftt, nagntuknya. Sampai kapan kau mau tetap disini, hm?" tanya Tsubasa.

"Huftt, nagntuknya. Sampai kapan kau mau tetap disini, hm?"

Riku jelas sudah tidak punya tempat tinggal lagi. Pergi ke manapun sama saja, toh ia akan dikira anak jalanan. Mungkin di sini saja lebih baik? Ah, tidak. ia harus memutuskan jalan lain sendiri. Ia bertekad untuk tidak manja lagi setelah membaca surat dari bibinya itu.

Matanya menatap tangan kanannya yang dibalut oleh Tsubasa, di sana tergeletak sebuah pigura kecil berbentuk burung yang sayapnya lebih besar daripada tubuhnya.

Apa mungkin ini sudah jalanku?

"Kamu sendiri mau ke mana?" tanyanya kepada Tsubasa yang sepertinya sudah bosan berada di sana.

"Kamu sendiri mau ke mana?"

"Mau pulang... Mau tidur..." rajuk Tsubasa, menggeliat ngantuk. "Boleh tidur di pangkuan kakak? Hehehe..." Tsubasa nyengir lebar.

Tanpa menunggu persetujuan gadis itu, Tsubasa merebahkan kepalanya di pangkuan gadis itu, lalu tertidur begitu saja. Dasar anak kecil hobi tidur...

"Hah? Terserahlah" jawabnya malas.

Apa yang harus ia lakukan sekarang semenatar anak itu tidur di pangkuannya? Mungkin lebih baik ia menunggu saja dan tidur. Riku memejamkan matanya, lalu tertidur.

Ia merasa lumayan lega malam itu, tidak ada yang ia mimpikan. Kurang penting untuk diingat, tapi mungkin perasaan lega itu tidak mungkin ia lupakan.

=== 2 jam kemudian ===

"Uh..." Riku menggumam pelan, medapati hari sudah pagi. Yaiyalah, mereka tidur sekitar jam 2 pagi. Nangisnya lama? Ya, mungkin..

Riku menatap anak yang tertidur itu, "bangun, pegel nih," katanya sambil memasang muka cemberut.

"bangun, pegel nih,"

"Aku sudah bangun daritadi." ujar Tsubasa santai. "Hanya malas bangun saja. Enak sih, empuk. Heheheh." Tsubasa terkekeh santai.

"Ba... iklah~" ujar Dika santai, bangun dari posisi tidurnya. "Mau ikut bersamaku? Daripada menggelandang di jalan?"